Sajak Ahmad Kekal Hamdani
Penyair dan Kupu-kupu
-saut situmorang
saat saut kecil bermain hujan
kupu-kupu berlindung ke kotaku, membuka jendela
lantas berkata:
penyair, tuhan sedang bermain bola di lapangan
seorang tua yang memilah usia di kerat jendela
terpecah, lamunnya memburai jadi jelaga
dikemasinya luka-luka, vigora berisi naga, juga
lukisan kelabu bergambar sejarah
kupu-kupu mengepak, penyair itu berkeretap
memeras dinding, di mana hujan, ucapnya pada awan
awan sedang mengirim hujan di lapangan
saut main hujan, telanjang bersama tuhan
aku sedang melukis sajak
kupu-kupu mengepak, penyair itu mencari
tuhan. di jendela
saut telanjang
aku murung
penyair itu, bingung
Yogyakarta, 2009
Sajak Ahmad Kekal Hamdani
Berlayar Jam 00.00 Waktu Diam
I
sayup, ia masih mengharap pada laut. yang ber-
gelombang membelok ke sungaisungai. di rindunya
kala senja, ketike seorang menemuinya dari laut, apa kabar
katanya,
ia masih berkecipak, mata airmata dan sampan
tidak ibu, ayah masih menjaring udang dalam kamar
ia, hanya sendiri. begitupun laut
masih menantinya pergi
II
sebelum tertidur:
kau lempar kata ke samudera, berharap
ia akan mencatat segala yang pernah hilang
satu kala, saat remang senja, kota di hatimu menghilang
tibatiba, begitulah engkau lantas menggambar
waktu di dindingdinding, di ranjang, tubuhmu
mengeras jadi sampan
III
kau pernah bertanya:
mengapa tuhan menjadikan aku gelombang
lalu orang-orang di pantai, memanggilmu
laut yang kesepian.
sudah berabad lamanya:
kau ingin pergi kesana, tempat gunung
sapi-sapi berkelana, lantas
seorang perawan menangis di tepian
kau terus saja, menghempas
sambil bertanya:
mengapa tuhan menjadikanku gelombang
langit diam
Yogyakarta, 2009
Sabtu, 07 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menarik... Senyap seolah melahap tanah-tanah yang tandus kembali tak haus karena ia diujung Pedang yang siap menghunus Kebebasan.
BalasHapusSeperti cermin asing di bangku mengarah senja di Pedak Baru